Kamis, 07 Februari 2013

TRADISI DAN BUDAYA SUKU TERNATE

Halmahera Barat dihuni oleh penduduk yang beraneka ragam suku/etnis yang cukup tinggi. Suku-suku ini terbagi menjadi dua, yaitu suku asli dan suku pendatang. Suku asli di daerah ini adalah suku Sahu, Suku Ternate, suku Wayoli, suku Gorap, suku Loloda dan suku Gamkonora, sementara suku pendatang antara lain suku Sangier, suku Makian, suku Ambon, suku Tidore, suku Jawa dan suku Gorontalo. Dengan Kondisi tersebut memberikan Kosentrasi pada keragaman bahasa, adat istiadat dan tradisi masyarakat di kabupaten paling barat pulau Halmahera ini.

Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, tentunya Halmahera Barat memiliki keragaman obyek wisata dan daya tarik yang patut diancungi jempol. Sebagai aset derah, obyek wisata di kabupaten Halmahera Barat sebagiannya sudah dikelola oleh pemerintah kabupaten. Aset wisata yang sudah dikelola ini diantaranya sebagian wisata tirta, wisata seni dan budaya, dan wisata sejarah. Sedangkan aset wisata lainnya seperti wisata alam, wisata agro, wisata fauna dan sebagian wisata tirta masih dalam program perencanaan pengembangan wisata oleh pemkab Halbar.

Salah satu aset wisata yang diunggulkan adalah seni dan budaya khususnya adat istiadat suku-suku yang tumbuh dan sangat dipelihara oleh masing-masing suku di kabupaten ini. Adalah lembah Sahu, lembah yang dapat ditempuh lewat jalur darat sepanjang 15 Km dari ibukota kabupaten setelah melewati pintu masuk pelabuhan Ternate menuju pelabuhan Jailolo. Lembah yang sejak dahulu kala sangat memanjakan penghuninya dengan kekayaan alam yang melimpah ruah ini dihuni oleh masyarakat suku Sahu yang memiliki intensitas adat istiadat yang cukup tinggi.

Secara administrasi masyarakat suku ini dibagi atas dua daerah pemekaran, yakni kecamatan Sahu Barat dan Sahu Timur.Walaupun secara administratif kecamatan ini sudah terbagi dalam dua wilayah yang berbeda namun adat istiadat suku ini tetap terjaga dan menjadi satu kesatuan yang kokoh.
Hal ini dapat dilihat dengan adanya sasa’du (rumah adat suku Sahu) di setiap kampong-kampong (desa-desa) yang terdapat di dua kecamatan tersebut, bahkan di kecamatan Jailolo juga terdapat beberapa rumah adat yang tetap berdiri kokoh di tengah-tengah perkampungan masyarakat.

Dengan adanya sasa’du di kampong-kampong ini menandakan bahwa kampong tersebut didiami oleh masyarakat yang berasal dari suku Sahu dan menjunjung tinggi adat istiadat suku mereka.
Kegiatan gotong royong yang diciptakan oleh nenek moyang itu terwarisi sampai sekarang. Pada lingkungan keluarga biasanya ada hubungan kerja sama sebagai tanggung jawab. Misalnya kerjasama dalam mempersiapkan upacara perkawinan anggota keluarga mereka, upacara pemakaman, dan acara-acara keluarga lainnya. Ada pula dalam lingkungan masyarakat dibentuk kelompok kerja yang disebut rion-rion. Kelompok ini biasanya setiap anggota mempunyai tujuan yang sama, misalnya berkebun, mengolah hasil pertanian, dan membangun rumah para anggota kelompok tersebut.

1 komentar:

  1. assalamualaikum sebelumya cerita ini saudara dapat dari mana?
    kemudian ada buku atau reverensi tentang tradisi fiyau kubur atau tda kalau ada boleh diposting atau kiriam alamat alamatnya mohon maaf sebelumnya

    BalasHapus