BAB I
PENDAHULUAN
Kesadaran
akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari peran rakyat Indonesia yang dalam melaksanakan Pemilihan Umum dengan
jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum
ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden
dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun
masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat
dikatakan suses.
Setelah
suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi
11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para
pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut
hati nuraninya sendiri.
Rumusan
masalah
1.pengertian
dan landasan hukum pilkada
2.pelaksanaan
dan penyelewengan pilkada
3.solusi
untuk menanggulangi masalah pemilu
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
dan Landasan Hukum Pilkada
Kata demokrasi
berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang
berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat.
Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan
kenegaraan dalam aktivitas pemilu.Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan
dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila.
Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan
berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan
Indonesia
pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh
banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan
pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan
wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan
Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan
sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting
penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
1.Pilkada
langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena
pemilihan
presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah
dilakukan secara langsung.
2. Pilkada
langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah
diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota,
masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.\
3. Pilkada
langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic
education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang
diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang
pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4. Pilkada
langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi
daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin
lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal
dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi
masyarakat agar dapat diwujudkan.
5. Pilkada
langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional.
Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah
penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita
miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar
yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional
justru dari pilkada langsung ini.
B.
Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada
Pilkada ini
ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi
dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing
secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan
kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam
pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing
masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur
pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari
seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.
Dalam
pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan
pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Dan juga biaya untuk menjadi calon
yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama
adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik
modal”. Ini sangat berbahaya sekali.
Dalam
pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali
bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada.
Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus
kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di
pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik
masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali
melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah
masalah tersebut.
Selain
masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD
setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan
korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu
ternyata dikorupsi. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para
penjabat. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian
seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.
Dalam
pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan
penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
Money
politik
Sepertinya
money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada.
Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah,
maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja
yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman,
juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi
bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon
tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih
rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat
diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
2.
Intimidasi
Intimidasi
ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum
pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah
satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
3.
Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini
paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang
berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan
baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala
daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini
intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan
yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan
sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara
tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
4. Kampanye
negatif
Kampanye
negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada
masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang
terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang
disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah
dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
C. Solusi
Dalam
melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana
kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta
masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk
menanggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
1. Seluruh
pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban
dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan
panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat
menghindari munculnya konflik.
2. Semua
warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul
perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan
kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat
berjalan dengan lancar.
3. Sosialisasi
kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat
dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah
terhadap calon yang lain.
4. Memilih
dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani
sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu
dapat terlaksana dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
Bangsa yang
belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia
telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan
kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui
berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru
menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden
dan wakilnya.
Ini semua
dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat
dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan
dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan
yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah
yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Budiayanto.
2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Departemen
Ilmu Administrasi FISIP UI, Jakarta: 2005